Sabtu, 22 Juni 2013

pernikahan dinii???? gimana tuh??? apa dampaknya???

Tahukah kamu Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bab 2 pasal 7 ayat 1 berbunyi “Perkawinan hanya diijinkan jika pihak laki-laki sudah mencapai umur 19 tahun tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 tahun”. Ternyata batas usia terendah untuk melangsungkan perkawinan dalam UU tersebut masih usia remaja, usia yang terlalu dini untuk menikah. Usia 16 tahun dimana remaja seharusnya masih berseragam SMA. Sesuai UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan setiap anak berhak untuk berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan. UU Perlindungan Anak menetapkan usia perempuan yang akan menikah yaitu pada usia 18 tahun. BKKBN malah menyarankan usia menikah untuk perempuan adalah 21 tahun. Dewasa ini marak ormas dan LSM yang mendesak pemerintah untuk merevisi UU perkawinan tersebut dengan alasan, bahwa batas usia yang dicantumkan dalam UU perkawinan tersebut tidak relevan lagi dengan perkembangan jaman, dikaitkan dengan ekses negatif yang ditimbulkan terhadap remaja perempuan Beberapa kasus kesehatan yang terjadi pada pernikahan usia muda adalah, kejadian perdarahan saat persalinan, anemia, dan komplikasi serta mengakibatkan kematian ibu saat melahirkan. Selain itu, perempuan yang hamil pada usia muda berpotensi besar untuk melahiran anak dengan berat lahir rendah, kurang gizi dan anemia. Selain dampak buruk dari segi kesehatan, pernikahan usia dini juga berdampak buruk ditinjau dari sisi sosial, pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga serta meningkatnya kasus perceraian. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda, cara pikir yang belum matang, ego yang tinggi serta kurangnya kesadaran untuk bertanggungjawab dalam kehidupan berumah tangga sebagi suami-istri. Melihat pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak negatif. Maka dari itu kita harus peduli terhadap fenomene pernikahan dini ini, mulailah dengan diri sendiri jangan karena alasan untuk menghindari zina maka kamu cepat-cepat menikah padahal usia belum cukup walaupun pemerintah kita mentolelir usia terendah yaitu usia16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki. ~tulisan ciyus~ Sumber http://kua-rancah.blogspot.com/2012/07/batas-usia-pernikahan-dalam-undang.html http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/02/13/3/130710/-Marak-Pernikahan-Usia-Dini-NU-Revisi-UU-Perkawinan

BKKBN: 2 Anak Cukup, 4 Terlalu

PADANG - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sudah menyiapkan strategi khusus untuk meningkatkan kinerja BKKBN, pencapaian sasaran, program dan target MDGs tahun 2015. Salah satunya kampanye dua anak cukup dan empat terlalu. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKKBN, Sudibyo Alimoeso, mengatakan, beberapa langkah-langkah akselerasi program kependudukan dan KB antara lain adalah pembinaan peserta KB dan peningkatan Advokasi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) yang difokuskan pada sasaran kelompok khusus. "Kelompok khusus, (pasangan usia muda dan memiliki dua anak), pasangan usia subur dari keluarga miskin, serta pelayanan KB di wilayah sulit dan kumuh disosialisasikan melalui kampanye 2 (dua) ANAK CUKUP dan 4 (empat) TERLALU," ungkap Sudibyo dalam pidatonya di Hotel Grand Inna Muara, Padang, Senin (8/4/2013). Menurut Sudibyo, kampanye slogan sebelumnya, yakni dua anak lebih baik dianggap kurang tegas. Pasalnya, sering ada plesetan dilapangan yang menyatakan dua anak lebih, itu baik. "Ada kenyataannya di lapangan ada plesetan dua anak lebih, itu baik. Sehingga dianggap komunikasinya keliru dan menganggap harus punya anak lebih dari dua. Ini merupakan komunikasi yang tidak tegas," tegasnya. Sudibyo mengaku, dua anak cukup dan empat terlalu, lebih jelas dan tegas. Bahkan, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pun sangat mendukung slogan itu. "Menkes meminta slogan empat terlalu dihidupkan kembali. Empat terlalu berarti terlalu mudah melahirkan, terlalu tua untuk melahirkan, terlalu rapat jarak kelahiran dan terlalu banyak anak. Oleh karenanya, kita kampanyekan di 2013 ini," pungkasnya. Sementara itu, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, mendukung slogan dua anak cukup dan empat terlalu. Dalam sambutannya pada acara pembukaan Konsolidasi Bidang (Kobid), di Kota Padang, Irwan mengatakan pemerintah Provinsi Sumatera Barat sudan menjadikan slogan BKKBN sebagai budayanya sendiri. "Baranak bak balam saikua jantan saikua batino, sesuai dengan moto BKKBN dua anak cukup," jelas Irwan. Menurut Irwan, potensi penggerakan program Kependudukan dan KB di Sumatera Barat tidak terlepas dari kiprah "tungku tigo sajarangan tali tigo sapilin," yaitu peranan ninik mamak, cerdik pandai dan alim ulama dalam mengajak warga dan masyarakat dalam mensukseskan program KB. Berdasarkan data statistik Total Fertility Rate (TFR) atau tingkat kesuburan Sumatera Barat adalah sebesar 2.8 dan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 di atas rata rata TFR nasional yaitu 2.6 anak perwanita usia subur. Artinya, masing-masing keluarga memiliki dua sampai tiga orang anak. Irwan menerangkan, demikian pentingnya masalah Kependudukan dan Keluarga Berencana tentu menjadi tantangan tersendiri untuk dapat menyampaikan program ini kepada seluruh masyarakat secara esensial dan komprehensif, khususnya pada masyarakat Sumatera Barat. "Sehingga, program kependudukan dan keluarga berencana ini dapat dipahami secara substansial dan mengakar dalam kehidupan masyarakat, yaitu merencanakan kehidupan keluarga dan mempersiapkan keluarga yang berkualitas," tuntasnya.

PERAN keluarga berencana

Untuk membangun bangsa yang mandiri, aspek kependudukan memiliki peran yang sangat strategis. Bangsa ini dikatakan mandiri jika sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kebutuhan dan kemakmuran rakyat. Untuk mencapai itu semua diperlukan sebuah komitmen dalam mengatur jumlah penduduk. Penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237,6 juta orang dan diproyeksikan menjadi 247,5 juta orang tahun 2015. Tahun 2025 naik lagi menjadi 273 juta orang dan meningkat menjadi 308 juta tahun 2050. Sementara itu konversi lahan di Indonesia terjadi sangat cepat dari persawahan menjadi pemukiman dan lain sebagainya akibat tingginya jumlah pertumbuhan penduduk (Singgih B Setiawan, “Awas, Ledakan Penduduk Mengancam!”, Suara Karya, 7/12/2013). Sementara berdasarkan data penduduk dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) diperkirakan penduduk dunia pada tahun 2050 berjumlah 9,6 miliar jiwa atau meningkat 3,5 miliar jiwa dari 6,1 miliar jiwa pada tahun 2000. Sedangkan penduduk Indonesia bertambah sebesar 98 juta jiwa dari 206,2 juta jiwa tahun 2000 menjadi 303,8 juta jiwa pada tahun 2050. Jika kita melihat fakta jumlah penduduk di republik ini terus mengalami peningkatan yang drastis. Jika ledakan penduduk ini tidak segera diatasi, maka akan berdampak terhadap kehidupan sosial terutama meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran. Data Badan Pusat Statistik (BPS) hingga September 2012 mengumumkan, jumlah penduduk miskin mencapai 29,13 juta orang. Sementara jumlah penggangguran di Indonesia masih terbilang sangat besar. Pada periode Agustus 2012 saja angka pengangguran mencapai 7,2 juta orang, lulusan SMA dan SMK paling banyak menyumbang angka pengangguran. Selain berdampak pada kemiskinan dan pengangguran, pada akhirnya ledakan penduduk akan berimbas pula pada kualitas pendidikan dan indeks pembangunan manusia. United Nations Development Program (UNDP), menyebutkan IPM Indonesia tahun 2011 berada di urutan 124 dari 187 negara yang disurvei, dengan skor 0,617. Peringkat ini turun dari peringkat 108 pada tahun 2010. Di kawasan ASEAN, Indonesia hanya unggul dari Vietnam yang memiliki nilai IPM 0,593, Laos dengan nilai IPM 0,524, Kamboja dengan nilai IPM 0,523, dan Myanmar dengan nilai IPM 0,483. Dari data tersebut sudah sangat jelas hubungan antara pendidikan dengan kemiskinan. Karena secara langsung, pendidikan dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan. Dengan kata lain, orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan mempunyai kemampuan untuk mendapatkan pendapatan yang tinggi sehingga mempunyai peluang rendah untuk menjadi miskin. Sedangkan penduduk yang tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan akan terus berada dalam lingkaran kemiskinan Optimalisasi Peran KB Sebagaimana dijelaskan di atas, pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan berdampak pada kemiskinan dan pengangguran. Karenanya, diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga terkait lainnya secara bersama-sama menanggulangi ledakan penduduk sekaligus memberikan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya perencanaan keluarga agar kualitas hidupnya lebih baik. Di sinilah kehadiran KB menjadi kebutuhan yang sangat mendesak ketika ancaman ledakan penduduk menimpa bangsa ini. Soerjono Soekanto dalam bukunya, Sosiologi Sebuah Pengantar (2010) mengatakan, bahwa masalah angka kelahiran akan dapat diatasi dengan melaksanakan program keluarga berencana yang bertujuan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu-ibu dan anak-anak maupun meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat dengan mengurangi angka kelahiran sehingga pertumbuhan penduduk tidak melebihi kapasitas produksi. Dengan demikian, program KB menjadi pilihan yang sangat tepat guna membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga secara umum dan menunda masa perkawinan dini agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran yang tinggi. Selain itu, cara lain yang dapat dilakukan untuk mengimbangi ledakan jumlah penduduk adalah penambahan dan penciptaan lapangan kerja, meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan, mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi, dan meningkatkan produksi. Penulis sangat yakin dengan beberapa cara tersebut ancaman ledakan jumlah penduduk bisa diminimalisir sehingga angka kemiskinan dan pengangguran dapat ditekan seminimal mungkin. Jika angka kemiskinan dan pengangguran berkurang otomatis kesempatan dan akses masyarakat terhadap kesehatan dan pendidikan benar-benar dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia dan pada gilirannya kesejahteraan yang dicita-citakan para pendiri bangsa ini akan terwujud. Tentang penulis: Herman, Wartawan

DAMPAK LEDAKAN PENDUDUK

Dampak ledakan penduduk | Berikut ini adalah beberapa dampak yang timbul akibat ledakan penduduk : Persaingan lapangan pekerjaan Di negara yang memiliki pertumbuhan penduduk tinggi akan semakin banyak orang yang memperebutan lapangan pekerjaan. Diperkirakan harus diciptakan 30 juta lapangan pekerjaan baru setiap tahunnya jika setiap orang yang menginjak usia kerja harus memiliki pekerjaan. Persaingan untuk mendapat pemukiman Persaingan untuk mendapat permukiman yang layak. Persaingan ini terutama terjadi di daerah perkotaan yang padat, tapi tidak ada perumahan yang memadai. Dikota seperti ini, sering kita jumpai permukiman kumuh. Kesempatan pendidikan Dengan makin banyaknya bayi yang lahir setip tahunnya, tentu makin banyaknya diperlukan fasilitas sekolah dan guru yang memadai. Negara miskin, mungkin tidak bisa memenuhi fasilitas pendidikan. Sebagai hasilnya, tidak setiap anak memiliki kesempatan untuk bersekolah dan mendapatkan pendidikan yang memadai. DAN MASIH BANYAK LAINNYA !!! Materi diambil dari : Media Antroposfer

10 Provinsi yang Mengalami Ledakan Penduduk Terbesar

PADANG- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan, 10 provinsi di Indonesia mengalami ledakan jumlah penduduk yang sangat tinggi. Provinsi tersebut yakni, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Pelaksana Tugas (PLT) Kepala BKKBN, Sudibyo Alimoeso, mengungkapkan, BKKBN akan melakukan pembinaan peserta KB melalui intensifikasi penggarapan pembangunan KB di provinsi-provinsi tersebut. "10 provinsi penyangga itu, ledakan pendudukanya sangat besar. Kalau terlena akan habis Indonesia," ungkap Sudibyo kepada wartawan di Hotel Grand Inna Muara, Padang, Senin (8/4/2013). Lebih lanjut, Sudibyo mengatakan, BKKBN akan memastikan semua alokasi sumber daya, seperti ketersediaan alat kontrasepsi di 10 provinsi tersebut tersedia. Tujuannya, agar laju pertumbuhan penduduk dapat ditekan. "Jadi tidak ada alasan kehabisan atau tidak tersedia," sambungnya. 10 provinsi itu juga akan diarahkan pada program Peningkatan Penggunaan Alat dan Obat Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada program jaminan persalinan (Jampersal). "Kami sudah memprovokasi Menteri Kesehatan, supaya petugas pelayanan Jampersal itu dilayani dengan MKJP. Jangan diberi kondom. Saya juga agak menyesal. Ada provinsi melaporkan Jampersal 100 persen memakai KB, ternyata KB-nya pembagian kondom kan enggak ada gunanya. Karena kalau pakai kondom belum tentu dipakai," paparnya. (ugo)

CITIZEN JOURNALISM: SIAPA SAJA, MENULIS APA SAJA Ledakan Penduduk, wow! Dini Kinanthi Putri

Jumlah penduduk Indonesia termasuk tiga besar setelah China dan India. Saat ini tercatat jumlah penduduk Indonesia mencapai hampir 240 juta jiwa. Jika jumlah penduduk tersebut tidak dikendalikan dengan baik, maka jumlah penduduk Indonesia akan semakin besar.Peningkatan jumlah penduduk yang signifikan akan menjadi masalah tersendiri jika tidak ditangani sejak dini dan perlu kesadaran seluruh warga masyarakat. Masalah yang timbul diantaranya persoalan pangan, tempat tinggal, pekerjaan, pengangguran dan permasalahan social lainnya. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Sugiri Syarief mengatakan, Indonesia belum mengalami ledakan penduduk. Namun, hal itu bisa saja terjadi jika tidak diantisipasi sejak saat ini. Di Indonesia sendiri ledakan penduduk belum terjadi tapi tanda-tanda ke arah sana ada. Tanda itu muncul dari beberapa hal, Pertama, vertilitas Indonesia sejak 2002 ke 2007 mengalami stagnasi. Kalau program KB tidak direvitalisasi pasti akan berakibat pada peningkatan jumlah penduduk. Itu akan mengakibatkan kenaikan jumlah penduduk yang sangat bermakna. Tanda yang kedua, tambahnya, struktur penduduk usia balita di Indonesia masih tinggi. Rasio sudah mengatakan sekitar 20 persen itu adalah cukup besar ini sebuah pertanda bahwa pertumbuhan masih tinggi. Tanda ketiga adalah jumlah generasi muda masih cukup besar sekitar 64 juta. Dikhawatirkan jika 64 generasi muda tak menghiraukan program Keluarga Berencana (KB) maka berapa besar anak yang dilahirkan oleh 64 juta generasi muda. Ini tentu akan menghasilkan pertumbuhan lebih besar lagi. Oleh karena itu kita berusaha jangan sampai ada ledakan penduduk. Saya berharap pemerintah melalui BKKBN membuat program pengendalian jumlah penduduk yang efektif dan berkelanjutan, seperti program yang dilakukan di era orde baru. Sosialisasi keluarga kecil bahagia layak diteruskan dan disebarluaskan.

Indonesia Diserang Senjata Biologis Narkoba

Jakarta — Narkoba dapat dijadikan senjata biologis, karena mempengaruhi sistem tubuh manusia. Indonesia, yang menjadi segitiga emasnya perdagangan narkoba, berada dalam serangan senjata biologis itu. “Saking luasnya negara ini dari Aceh hingga Papua, dilengkapi dengan banyaknya pelabuhan-pelabuhan kecil yang ada di wilayah pesisir, menjadi lahan empuk para pengedar narkoba untuk memasuki Indonesia,” kata Budi Prasetyo, Direktorat Penguatan Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat, Deputi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN), saat diskusi interaktif di Jakarta, Sabtu (9/6). Menurunya, dari segi supplay and demand Indonesia menjadi sasaran pengedaran narkoba, kemudian penduduk yang cukup luas menjadi memudahkan mereka menyerang. Narkoba menyerang otak, sehingga orang yang menggunakannya tidak akan lepas dari pengaruh dan menjadi ketergantungan. Itulah yang akan mempengaruhi sistem biologis dan DNA di tubuh manusia. “Untuk itu, perlu membentengi diri dan keluarga dari narkoba. Jika seorang dari anggota keluarga menjadi korban narkotika, maka itu menjadi persoalan keluarga besarnya. Karena itu akan menggangu komunikasi antar orangtua dan anak atau juga suami dengan istri dan lain-lain,” jelasnya. Lebih lanjut, Budi mengatakan BNN saat ini telah mengembangkan program rehabilitasi. Karana ini adalah suatu penyakit biopsikososial kronis, maka penanganannya harus bersifat sistematis. “Dia dapat datang untuk berobat, baik itu rawat jalan, rawat inap, mingguan atau bulanan, semua biaya pengobatan ditangung oleh pemerintah,” imbuhnya.Sesuai UU Narkotika yang baru, bagi anggota masyarakat korban narkoba wajib melapor untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan. Dan kemudian diberikan rehabilitasi pengobatan gratis oleh pemerintah. UU Narkotika juga sudah ada pemisahan antar bandar dengan penyalahgguna, kalau pengedar jelas akan ada hukumannya sedangkan pengguna akan diberikan rehabilitasi. Pada dasarnya, sepanjang dapat dibuktikan tidak tersangkut dengan jaringan, maka akan dberikan rehablitasi pengobatan. Ada beberapa proses pengobatan, pertama secara medis dengan diberikan detoksifikasi, menetralkan kondisi zat dalam tubuhnya. Kedua, rehabilitasi sosial untuk menyadari sesuatu tidak baik untuk dirinya, karena secara fisik dan otaknya terpengaruh oleh narkoba. “Jangan memberikan stigma negatif kepada korban narkoba, baik itu keluarga dan masyarakat. Jangan sekali-kali mengucilkan meraka, karena dia akan sulit kembali. Dia harus produktif, dia harus mempunyai kemandirian, dia harus sehat,” tandasnya. (dry/BIPNews)